Jakarta – Penyanyi sekaligus dokter bedah plastik, Tompi kritik Menkeu Purbaya terkait kebijakan penempatan dana negara Rp 200 triliun di perbankan. Ia menilai langkah itu tidak akan memberi efek nyata selama bunga pinjaman tetap tinggi. Karena itu, ia mendorong pemerintah agar meninjau kembali efektivitas kebijakan tersebut.
Sentilan Tompi Lewat Media Sosial Kritik Menkeu Purbaya
Melalui akun X pribadinya, Tompi melontarkan kritik tajam. Ia menyinggung bahwa pemerintah sudah menyalurkan dana jumbo, tetapi bunga kredit belum bergerak turun. “Sudah diguyur 200T, tapi bunga pinjaman masih tinggi ajaa… nyaris enggak gerak dari bunga lama,” tulisnya, Minggu (21/9/2025).
Lebih lanjut, ia menanyakan langsung ke Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa. Menurutnya, bila bunga tetap tinggi, dana itu hanya mengendap di bank tanpa menggerakkan ekonomi. Unggahan tersebut langsung menyedot perhatian warganet. Banyak yang menyukai, membagikan, hingga menambahkan komentar. Sebagian besar menilai bunga pinjaman masih menjadi penghalang utama bagi UMKM untuk berkembang, apalagi di tengah persaingan ketat dan biaya operasional yang terus naik.
Tujuan Kebijakan Dana Rp 200 Triliun
Pemerintah lewat Menkeu Purbaya menempatkan dana Rp 200 triliun di bank-bank BUMN seperti Mandiri, BRI, BNI, BTN, dan Bank Syariah Indonesia. Kebijakan ini memperkuat likuiditas sehingga perbankan lebih leluasa menyalurkan kredit. Selain itu, strategi tersebut mendorong perputaran uang dan mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional. Harapannya jelas: dana itu benar-benar menggerakkan sektor riil, termasuk UMKM dan industri strategis.
Dana tersebut tidak masuk kategori belanja negara. Pemerintah mencatatnya sebagai manajemen kas dan siap menarik kembali kapan saja. Penyaluran berlangsung melalui instrumen deposit on call dengan tenor enam bulan. Tingkat bunga berada di kisaran 80 persen dari suku bunga acuan Bank Indonesia. Dengan mekanisme itu, pemerintah menjaga fleksibilitas sekaligus mendorong aktivitas ekonomi.
Menkeu Purbaya optimistis kebijakan ini segera memberi dampak. Ia memperkirakan efek positif mulai terasa dalam satu bulan, sedangkan realisasi maksimal mungkin memerlukan waktu empat bulan. Selain itu, ia mengingatkan publik tentang kebijakan serupa pada 2021 saat pandemi, ketika injeksi dana mampu mendorong kredit perbankan.
Bank Indonesia dan OJK menyambut langkah ini dengan dukungan penuh. Keduanya menegaskan pentingnya transparansi serta pengawasan ketat agar Rp 200 triliun benar-benar mengalir ke masyarakat dan mendorong konsumsi nyata.
Kritik Tompi mencerminkan keresahan publik. Banyak pihak berharap penempatan dana raksasa itu tidak berhenti sebatas wacana. Keberhasilan kebijakan bergantung pada keberanian bank menurunkan bunga pinjaman. Jika perbankan konsisten melakukannya, pelaku usaha bisa menikmati manfaat langsung, ekonomi bergerak lebih cepat, dan masyarakat memperoleh dampak nyata.

Komentar