Jakarta — DPR RI pada (2/10/25) mengesahkan RUU Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN. Keputusan ini menghapus nomenklatur Kementerian BUMN dan menggantinya dengan Badan Pengaturan BUMN (BP BUMN).
Rapat paripurna berlangsung di gedung Nusantara II Senayan dan dipimpin Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad. Ketua Komisi VI DPR, Anggia Ermarini, membacakan laporan hasil pembahasan tingkat I. Setelah itu, mayoritas anggota dewan langsung menyatakan setuju dan RUU pun sah menjadi undang-undang.
Revisi undang-undang tersebut mengubah 84 pasal. DPR menegaskan bahwa menteri dan wakil menteri tidak boleh merangkap jabatan di BUMN, baik sebagai direksi, komisaris, maupun dewan pengawas. Ketentuan ini menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 128/PUU-XXIII/2025. Pemerintah memastikan seluruh ASN Kementerian BUMN tetap bekerja di bawah BP BUMN tanpa kehilangan status kepegawaiannya.
Undang-undang baru juga menetapkan peralihan fungsi pengawasan BUMN kepada Dewan Pengawas yang berada di bawah BP BUMN. Presiden berwenang menunjuk Kepala BP BUMN. Pemerintah menekankan bahwa keuntungan maupun kerugian BUMN tidak lagi tercatat sebagai milik negara, melainkan menjadi tanggung jawab penuh korporasi.
Pemerintah memperkenalkan badan pengelola investasi bernama Danantara yang akan mengatur kepemilikan dan investasi BUMN secara lebih profesional. Namun, Pasal 9G yang menyebut direksi, komisaris, dan dewan pengawas BUMN bukan penyelenggara negara memicu kontroversi. Beberapa pakar hukum menilai aturan itu bisa melemahkan kewenangan KPK dalam menangani kasus korupsi di BUMN.
Sejumlah analis melihat revisi ini membuka peluang besar untuk menjadikan BUMN lebih sehat dan efisien sebagai korporasi. Namun, sebagian pihak tetap mengkritik karena khawatir aturan baru mengaburkan batas antara kekayaan negara dan kekayaan entitas korporasi. Pemerintah menegaskan bahwa reformasi ini bertujuan memperkuat peran BUMN sebagai motor ekonomi nasional sekaligus meningkatkan transparansi di bawah BP BUMN.

Komentar