Jakarta – Parlemen Jepang memilih Sanae Takaichi sebagai Perdana Menteri ke‑104 pada (21/10/25). Dia sekaligus menjadi perempuan pertama yang menjabat posisi tersebut. Pergantian kepemimpinan ini membuka peluang penting bagi Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemenlu RI) untuk memperluas kerja sama bilateral dengan Jepang, terutama di bidang diplomasi, ekonomi, dan keamanan.
Takaichi memenangkan pemilihan internal Partai Liberal Demokrat (LDP) dan membentuk koalisi dengan Japan Innovation Party (JIP/Ishin). Meskipun pemerintahannya belum memiliki mayoritas kuat di DPR, Perdana Menteri Jepang Baru ini diharapkan membawa arah kebijakan luar negeri yang lebih stabil dan strategis.
Pemerintah Jepang menghadapi tantangan domestik. Isu konservatisme dalam beberapa kebijakan tetap ada, namun Indonesia dapat memanfaatkan momentum ini untuk menjajaki proyek kerja sama baru.
Kemenlu RI dapat memanfaatkan kepemimpinan baru Jepang untuk memperkuat hubungan strategis melalui berbagai jalur. Di bidang ekonomi, Jepang menunjukkan peluang lebih besar terhadap investasi dan kerja sama industri. Termasuk hilirisasi sumber daya dan teknologi.
Di bidang keamanan, kedua negara dapat memperkuat kemitraan dalam menghadapi dinamika kawasan Indo‑Pasifik. Selain itu, forum multilateral seperti APEC dan ASEAN menjadi arena diplomasi aktif yang memperkuat posisi Indonesia di mata Jepang.
Indonesia perlu memantau dinamika politik Jepang yang masih rentan karena koalisi pemerintah belum sepenuhnya stabil. Kemenlu RI harus menjalankan strategi diplomasi proaktif dan menjaga komunikasi intensif. Hal ini memastikan agenda kerja sama bilateral tetap berjalan lancar. Dengan persiapan matang, Indonesia dapat memaksimalkan momentum ini untuk membangun hubungan jangka panjang yang lebih kuat dan menguntungkan bagi kedua negara.





Komentar